Jumat, 01 Juni 2012

analisis Pemikiran AlGhazali Tentang pendidikan


Analisis Pemikiran Pendidikan Ghazali


Oleh : Dinamis Tulen | 09-Feb-2012, 13:27:09 WIB

Pendidikan merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan suatu proses pendidikan anak. Hal ini di ungkapkan Al-Ghazali dalam konteks pemikiran pendidikan.
Al-Ghazali dilahirkan pada tahun 450H/1059M di kota Thus, wilayah Khurasan. Banyak belajar ilmu pengetahuan dari tokoh-tokoh, seperti Aahmad ibn Muhammad Al-Radzakani, Imam abu Nushr Al Ismaili, Abu  Al-Ma'ali Al-Juwaini dan Abu Ali Al-Faramadi. Al-Ghazali juga dijuluki bahrun muqhrir (Laut yang Menenggelamkan) karena kecerdasan dan kemampuannya dalam menerima pembelajaran ketika itu. Al-Ghazali wafat di Tabristan pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505H/1Desember1111M.


Sebagai seorang ilmuan Al-Ghazali memiliki pemikiran dalam segala ilmu filsafat, fiqh, Ilmu-ilmu sosial, Ilmu alam termasuk didalamnya adalah pemikiran tentang pendidikan. Maka untuk menggali khazanah keilmuan,dianggap penting untuk membahas kembali untuk melengkapi teori-teori pendidikan, termasuk khazanah pendidikan di Indonesia.
Secara umum, Corak pendidikan Al-Ghazali memiliki dua aspek penting yaitu: Pengajaran moral relegius dengan tanpa mengabaikan kepentingan dunia.

Seperti bisa diperhatikan saat ini dilembaga-lembaga penyelenggara pendidikan kita, Pengajaran Moral Relegius, dan Mental Ilmu-ilmu umum lainnya, Ilmu yang sifatnya mengajarkan tentang moral religius perlu diberi ruang dan waktu yang memadai untuk menghasilkan output yang maksimal. Dengan demikian akan terbentuk kepribadian dan kematangan pola pikir siswa setelah mereka menyelesaikan masa study mereka di sekolah.

Proses pemikiran Al-Ghazali, dimulai dari cara pengenalan sistem pendidikan yang dilaksanakan pada zamannya, jika diteliti lebih akurat tidak menutup kemungkinan bahwa pemikirannya menjadi bagian terpenting dalam melengkapi aturan dan etika pendidikan kita. Adapun sistem itu antara lain, yaitu :
1.Tujuan Pendidikan
Dalam melaksanakan aktivitas pendidikan, tgerlebih dahulu kita harus mengerti tujuan pendidikan itu sendiri, karena dengan demikian akan mengarahkan rotasi pengelolaan pendidikan dan pengajaran disekolah atau di madrasah. Tujuan Pendidikan menurut Al-Ghazali harus mengarahkan kepada realisasi tujuan kegamaan dan akhlak, dengan titik penekanannya pada perolehan keutamaan  dan taqarub kepada Allah dan bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan kemegahan dunia. Sebab jika tujuan pendidikan diarahkan selain untuk mendekati diri kepada Allah akan menyebabkan  kesesatan dan kemudharatan.
Masalah yang kita bahas diatas penting ditanamkan sejak awal pembelajaran, agar siswa benar-benar meyakini bahwa dengan belajar, siswa akan mengerti apa sebenarnya yang menjadi tujuan dari pendidikan, Sekolah tidak sekedar pondasi untukm mencari pekerjaan, meskipun itu perlu secara formal dan administrasi, Tapi hal yang terpenting adalah bagaimana sekolah itu bisa membentuk jati diri siswa dan menggali bakat yang ada.

Serta menumbuhkan skill yang akan digelutinya kelak. Konsep Pendidikan  tersebut, juga diharapkan mampu untuk mengasah otak kita dalam membangun kecerdasan moral, spritual, dan kecerdasan Intelektual.

Bagi Al-Ghazali yang dikatakan orang berakal sehat adalah orang yang dapat menggunakan dunia untuk tujuan akhirat kelak. Ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan menurut Al-Ghazali tidak sama sekali menistakan dunia, melainkan dunia itu hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan.
2. Kurikulum Pendidikan
Pandangan Kurikulum Al-Ghazali lebih mengedepankan asfek pembagian Disiplin Ilmu pada tempat dan sasarannya. Kurikulum yang dimaksudkan adalah Seperangkat Ilmu yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik agar dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

Sama halnya dengan Kurikulum Pendidikan kita sekarang, Pembagian-pembagian keIlmuan dalam hal ini adalah Pembagian Mata Pelajaran pada proporsi yang sebenarnya, Pembagian itu mengedepankan sudut pandang output dari pengetahuan tersebut, Tetapi sudut pandang itu haruslah benar-benar memiliki kualitas yang bisa diterapkan kepada siswa dalam kehidupannya.

Sistematika pembagian Kurikulum Al-Ghazali didasarkan kepada tujuan dari masing-masing kurikulum itu sendiri, dalam hal ini Mata Pelajaran. Bidang-Bidang Ilmu banyak macamnya, untuk itu perlu pembagian bidang-bidang keilmuan yang dinamakan Kurikulum.

Yang berbeda dalam penentuan kurikulum Al-Ghazali dengan Kurikulum sekarang adalah AlGhazali juga menerapkan  status hukum mempelajari yang dikaitkan dengan nilai gunanya atau Value, yakni Fardhu ain dan Fardu Kifayah. Maksudnya adalah ada Ilmu yang memang wajib untuk dipelajari dan ada yang tidak mesti dipelajari tetapi harus ada diantara manusia untuk mempelajarinya.
3.Pendidik
Pendidikan dianggap sebagai Maslikhul Kabir, Bahkan dapat dikatakan bahwa pada satu sisi, Pendidik mempunyai jasa lebih dibandingkan dengan kedua orang tuanya, telah diungkapkan dengan jelas bahwa pendidikan merupakan suatu keharusan yang mutlak bagi keberhasilan suatu proses pendidikan.

Pendidik atau yang biasa dikenal dengan sebutan Guru, haruslah memiliki sifat-sifat yang diteladani, karena hal demikian mempengaruhi pola pikir tentang pendidikan. Jika Pendidiknya baik maka siswa memandangnya sebagai teladan, Tapi jika pendidikan itu tidak baik siswa akan memandangnya sebagai hal yang tidak wajar, bahkan bisa dianggap musuh. Hal ini juga bisa mempengaruhi dalam proses pembelajaran siswa dalam mengikuti pengajaran dikelas.

Oleh karenanya, Pendidik hendaknya menganggap siswa sebagai anak sendiri. Menyayyangi dan Memperlakukannya dengan sebaik-baiknya. Hal ini demikian bagus untuk dilakukan untuk memberikan sugesti yang baik kepada siswa, Hal itu memberikan juga motivasi untuk mencintai pelajaran yang diberikan pendidikan.

Pendidik yang baik adalah Pendidik yang melakukan tugasnya ssecara Ikhlas dan senantiasa mengharapkan Ridho Ridha Allah dan Berorientasi untuk mendekati diri kepada Allah Disamping itu Pendidikan harus juga  harus cermat dalam memanfaatkan waktu dan peluang untuk memberikan nasehat dan bimbingan kepada siswa, Sebab bahwa tujuan sebenarnya dari pendidikan adaalah untuk mendekati diri kepada kepada Allahbukan untuk kedudukan atau kebanggaan duniawi.
Untuk hal itu, Disaat sekarang sulit membendung pola pikir para peserta didik, Bahwa sebagai Pendidikan yang diikutinya lebih mengedepankan tujuan untuk memperoleh pekerjaan, meskipun itu penting Tapi akan lebih baik, Kalau pendidikan diarahkan kepada terciptanya Mentalitas dan bakat siswsa yang memungkinkan bisa dugunak an untuk kepentingan duni seperti pekerjaan.
4. Peserta didik
Al-Ghazali mengungkapkan bahwa peserta didik selarasdengan konsepnya tentang tujuan pembelajaran pendidikannya Belajar dari Ibadah guna mencapai derajat hamba yang tetap dalam yang tetap dengan khaliknya, Untuk itu seorang peserta didik harus berusaha mensucikan jiwanya dari  Akhlak yang Tercela . Dengan sikap rendah hati, harus merasa satu bangunan dengan siswa lainnya serta berkasih sayang antar siswsa sesamanya.
5.Metode dan Media
Dalam penerapkan pengajaran Al-ghazali, terdapat tiga metode yang diterapkan dalam pembelajaran. Dalam tiga asfek yaitu, Psikologis, Sosiologis dan Pragmatis dalam rfangka keberhasilan pembelajaran. Dalam Pembelajaaran Al-Ghazali bahwa metode yang digunakan misalnya Metode Mujahadah dan Riyatlah, Pendidikan praktek kedisiplinan, Pembiasaan, penyajian dalil naqli dan aqli serta bimbingan nasihat.

Pemikiran diatas dalam tataran kekinian menjadi hal yang penting kembali untuk dilakukan , Disamping untuk memadukan metode dan media yang modern, Sehingga akan tercipta kelas Ideal dalam pembelajaran. Kebanyakan yang kita lihat sekarang pendidik jarang memadukan metode dan media dalam pembelajarannya.

Lebih bersifat menonton dan hal itu membuat siswa merasa jenuh dan bosan sehingga pembelajaran yang terjadi tidak ada interaksi yang baik, serta cenderung menurunkan gairah dan hasil belajar siswa itu sendiri. Maka Pendidik sekarang perlu mengubah pola pikirannya dalam menerapkan metode dan media pembelajaran yang untuk saat ini semakin mudah mendapatkan informasi dan alatnya.
6.Proses Pembelajaran
Proses Pengajaran Al-Ghazali adalah mengajukan konsep pengintegrasian antara materi, metode dan media atau alat pengajarannya. Upaya itu dilakukan untuk memaksimalkan hasil belajar yang lebih baik. Untuk itu, Proses Pembelajaran mestilah diatur dengan menempatkan proporsi kelimuan pada tahap yang sebenarnya, artinya Materi yang diberikan kepada siswa hendaknya melihat kemampuan siswa dalam pembelajaran, Jika sulit dicerna dalam pelajaran maka diperlukan tekhnik secara perlahan untuk merangsang otak siswa untuk menahan materi pelajaran dengan baik.
Materi yang sistematis, Metode yang baik dan Bervariasi serta alat pengajarannya yang memadai merupakan instrumen paling utama dalam melaksanakan pendidikan terutama dalam pembelajaran.

Dari pemaparan diatas, banyak hal yang dapat diambil manfaatnya untuk diterapkan dalam dunia pendidikan kita, Meskipun Al-Ghazali hidup ribuan tahun yang lalu, Tetapi pemikiran tentang pendidikan masih relevan untuk diterapkan, Secara garis besar konsep pemikiran pendidikan sekarang merupakan manifestasi pemikiran tokoh-tokoh terdahulu termasuk Al-Ghazali.
Namun yang paling penting dalam konsep Al-Ghazali adalah Penanaman nilai-nilai religius dalam proses pengajaran, sehingga akan terbentuk kepribadian siswa  yang matang dan tangguh untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Al-Ghazali tidak menganjurkan untuk tabu mempelajari ilmu umum, Al-Ghazali menganjurkan untuk mencari ilmu tersebut dengan pondasi ilmu agama.

Dengan demikian, Mutu dan keIlmuan yang dimiliki siswa dapat bermanfaat untuk kemajuan dunia Islam secara utuh dan menyeluruh. Maka tugas kita sebagai seorang penerus orang terdahulu untuk melestarikan kehausan akan ilmu pengetahuan sebagai bagian dari ibadah kita dan sebagai media untuk mendekatkan diri kepada Allah, Serta Ibadah untuk mendapatkan ridho-Nya. Semoga demikian. (*

Resensi Buku


 
Mengawal Kesucian Anak Melalui Pendidikan
 Maka Dia (Allah) mengilhamkan lepada jiwa itu(jalan) kejahatan (fujur) dan kebaikan (ketaqwaan). Sungguh beruntunglah orang-orang yang menyucikan dan merugilah orang-orang yang mengotorinya.(Q.S. Asy-Syam : 8-10)
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk membangun pendidikanyang berkualitas. Maka muncullah berbagai macam konsep pendidikan, pendidikan yangmenekankan pada
life skill 
, pendidikan yang berorientasi pada ujian nasional, pendidikanyang inklusif, bahkan kini ada kecenderungan untuk menengok ke luar negeri dengansekolar bertaraf internasional (SBI) yang dimulai dari RSBI.Di sisi lain terjadi fenomena yang cukup membuat kehawatiran orang tua, bahwamerebaknya kasus pornografi, pornoaksi banyak terjadi di kalangan remaja. Tidak jarangdijumpai kasus korupsi yang kini sudah menjamur di mana-mana. Lalu mereka pada bertanya, bagaimana peranan pendidikan saat ini?Bukankah anak Sejak lahir memiliki kecenderungan untuk selalu melakukan perbuatan yang baik.
“Dan ingatlah, ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak  Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil persaksian terhadap jira mereka (serayaberfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul, Engkaulah Tuhankami, kami menjadi saksi.Q.S. Al-A’raf: 172).
Ternyata kecenderungan yang baik itu berubah karena tidak dikawal dengan baik.Buku ini telah memberikan beberapa langkah solusi untuk mengawal kesucianserta kecerdasan anak yang dibawa sejak lahir. Pengawalan itu tidak hanya menjaditanggung jawab sekolah, namur peran strategis orang tua begitu besar dan Sangatmenentukan. Antara sekolah dan orang tua haruslah bersinergi untuk mengawal kesuciananak. Buku ini telah mendapatkan dukungan (indosemen) dari pakar pendidikan, antaralain: Dr. H. Rasiyo, M.Si (mantan Kepala Dinas Pendidikan Jatim), Daniel M. Rasyid,Ph.D (Penasehat Dewan Pendidikan Jatim), Dr. Mislinatul Sa’diyah, M.Pd (Lembaga penjamin Mutu Pendidikan Jatim), Dr. Tri Susantari, M.Si (Doses dan Peneliti PusatStudi Wanita (LPPM UNAIR), Munif Chatib (CEO Next Education dan ConsultanPendidikan Lulusan DL Sipercamp California USA).Ada tiga pilar yang ditawarkan di dalam buku ini.
 Pilar pertama
adalah pembentukan moral. Penulis mengurai pembentukan moral itu bersumber dari moralrasulullah, yaitu siddiq, amanah, tablig, dan fathonah. Dari sinilah maka ada indikator 
Judul Buku:
Pendidikan Berbasis Karakter :Sinergi Sekolah dan Rumah dalamMembentuk Karakter Anak 
Penulis: Drs. Najib Sulhan, MAPenerbit:
Jaring Pena (JP BOOKS) Surabaya
Cetakan: Pertama, Pebruari 2010Tabal: viii + 184

 
yang bisa dikawal bersama untuk diaplikasikan dalam brbagai pendekatan, metode, danteknik.
 Pilar kedua
adalah pengembangan kecerdasan majemuk. Tidak ada di dunia inimanusia yang bodoh. Setiap manusia diberi karunia oleh Allah kecerdasan yang berbeda- beda, yang sering disebut dengan kecerdasan majemuk 
(multiple intellegence)
. Darikecerdasan yang berbeda inilah guru dan orang tua bisa melakukan percepatan sehinggaanak bisa tampil dalam kondisi terbaiknya. Bahkan kecerdasan majemuk bisa dijadikansebagai pintu masuknya pengetahuan yang lain.Kadang orang tua menginginkan anaknya menjadi “seseorang” di kemudian hari.Padahal, sebenarnya anak-anak sudah menjadi “seseorang” di saat ini. Banyak orang tuayang berharap anaknya memiliki kondisi terbaik tanpa melihat potensi dasar yangsebenarnya. Inilah yang kadang-kadang menghambat anak untuk mencapai kondisiterbaiknya.
 Pilar ketiga
adalah kebermaknaan pembelajaran. Pilar ini merupakan pengawalanguru dan orang tua terhadap apa yang dibawa oleh anak sejak lahir. Pendidikan akanterus mengawal hingga anak mencapai hasil maksimal di bidang akademik, keterampilan,serta moral. Dengan demikian tidak ada yang dikorbankan untuk mencapai tujuan.Seimbang antara zikir dengan fikir. Seimbang antara duniawi dan ukhrowi. Harapan kitaanak-anak bisa menjadi Qurrota A’yun. Di mana saja dan kapan saja mereka menjadi penyejuk mata. Semoga buku ini memberikan manfaat bagi pembaca khususnya dan pendidikan di Indonesia pada umumnya. Amin.Aryo KurniawanPemred Buletin ”Ikhlas”Al-Azhar Kelapa Gading Surabaya
Judul Buku:
Pendidikan Berbasis Karakter :Sinergi Sekolah dan Rumah dalamMembentuk Karakter Anak 
Penulis: Drs. Najib Sulhan, MAPenerbit:
Jaring Pena (JP BOOKS) Surabaya
Cetakan: Pertama, Pebruari 2010Tabal: viii + 184
http://htmlimg4.scribdassets.com/58lukqvwn4jn4ka/images/1-9eaaaf18be.jpghttp://htmlimg4.scribdassets.com/58lukqvwn4jn4ka/images/1-9eaaaf18be.jpg

kepemimmpinan Khulafaurrasyidin


Masa Abu Bakar as Siddiq
Abu Bakar Ash-Shidiq Nama lengkapnya adalah 'Abd Allah ibn 'Utsman bin Amir bi Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr al-Quraishi at-Tamimi'. Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Muhammad menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Muhammad memberinya gelar Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Miraj yang diceritakan oleh Muhammad kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq".
-perjuangan yang dilakukan
1. bidang kemasyarakatan
Sepeninggal rasulullah, muncul 3 golongan yang dapat membahayakan kelangsungan hidup umat islam, yaitu kaum murtad, nabi palsu, dan yang tidak mau membayar zakat. Mendengar masalah itu beliau beserta kaum muslimin mengadakan musyawarah . hasilnya mereka harus memerangi orang-orang tersebut.
2. pengumpulan ayat-ayat al qur an
            Khalifah Abu Bakar juga mengadakan usaha penyebaran islam ke luar negeri, seperti Syiria dan Persia.
            Abu Bakar As Siddiq meninggal pada tanggal 23 Agustus 634/ 8 Jumadil Awwal 13 H di Madinah pada usia 63 tahun. Beliau memegang tampuk pimpinan Islam selama 2 tahun 3 bulan 10 hari. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma` binti Umais, istri beliau. Kemudian beliau dimakamkan di samping makam Rasulullah. Umar mensholati jenazahnya diantara makam Nabi dan mimbar (ar-Raudhah) . Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat adalah putranya yang bernama Abdurrahman (bin Abi Bakar), Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Umar bin Khattab
Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza atau lebih dikenal dengan Umar bin Khattab (581 - November 644) adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad yang juga adalah khalifah kedua Islam (634-644). Umar juga merupakan satu diantara empat orang Khalifah yang digolongkan sebagai Khalifah yang diberi petunjuk (Khulafaur Rasyidin).
Umar dilahirkan di kota Mekkah dari suku Bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy, suku terbesar di kota Mekkah saat itu. Ayahnya bernama Khattab bin Nufail Al Shimh Al Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruk yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Keluarga Umar tergolong dalam keluarga kelas menengah, ia bisa membaca dan menulis, yang pada masa itu merupakan sesuatu yang langka. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di Mekkah.
Sebelum memeluk Islam, Umar adalah orang yang sangat disegani dan dihormati oleh penduduk Mekkah, sebagaimana tradisi yang dijalankan oleh kaum jahiliyah Mekkah saat itu, Umar juga mengubur putrinya hidup-hidup sebagai bagian dari pelaksanaan adat Mekkah yang masih barbar. Setelah memeluk Islam di bawah Muhammad, Umar dikabarkan menyesali perbuatannya dan menyadari kebodohannya saat itu sebagaimana diriwayatkan dalam satu hadits "Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku".
Pada masa Abu Bakar menjabat sebagai khalifah, Umar merupakan salah satu penasehat kepalanya. Ssetelah meninggalnya Abu Bakar pada tahun 634, Umar ditunjuk untuk menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah kedua dalam sejarah Islam.
Selama pemerintahan Umar, kekuasaan Islam tumbuh dengan sangat pesat. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Saat itu ada dua negara adi daya yaitu Persia dan Romawi. Namun keduanya telah ditaklukkan oleh kekhalifahan Islam dibawah pimpinan Umar.
Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus pada tahun 636, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran Qadisiyyah (th 636), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad.
Pada tahun 637, setelah pengepungan yang lama terhadap Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan diundang untuk salat di dalam gereja (Church of the Holy Sepulchre). Umar memilih untuk salat ditempat lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid Umar didirikan ditempat ia salat.
Umar melakukan banyak reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administrasi untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Medinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Umar dikenal dari gaya hidupnya yang sederhana, alih-alih mengadopsi gaya hidup dan penampilan para penguasa di zaman itu, ia tetap hidup sangat sederhana.
Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun ke-empat kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam hendaknya mulai dihitung saat peristiwa hijrah. Beliaupun memiliki 5 keutamaan diantaranya :
1. Telah disebutkan dalam beberapa hadits shahih bahwa ‘ Umar radhiallohu anhu termasuk penghuni surga. 2. Seorang yang disegani, hingga setan akan lari jika ber-papasan dengan beliau. 3. Kemuliaan ‘ Umar radhiallohu anhu tak hanya sebatas pada keberaniannya, tetapi juga pada kebenaran dirinya. 4. Ia adalah salah satu orang yang mendapatkan ilham dari Allah subhanahu wa ta’ ala. 5. Salah satu sebab kejayaan Islam.
Umar bin Khattab dibunuh oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak yang fanatik pada saat ia akan memimpin salat Subuh. Fairuz adalah orang Persia yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan negara adidaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah kematiannya jabatan khalifah dipegang oleh Usman bin Affan.
Semasa Umar masih hidup Umar meninggalkan wasiat yaitu:
Jika engkau menemukan cela pada seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah dirimu. Karena celamu lebih banyak darinya.
Bila engkau hendak memusuhi seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu. Karena tidak ada musuh yang lebih berbahaya terhadapmu selain perut.
Bila engkau hendak memuji seseorang, pujilah Allah. Karena tiada seorang manusia pun lebih banyak dalam memberi kepadamu dan lebih santun lembut kepadamu selain Allah.
Jika engkau ingin meninggalkan sesuatu, maka tinggalkanlah kesenangan dunia. Sebab apabila engkau meninggalkannya, berarti engkau terpuji.
Bila engkau bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiplah untuk mati. Karena jika engkau tidak bersiap untuk mati, engkau akan menderita, rugi ,dan penuh penyesalan.
Bila engkau ingin menuntut sesuatu, maka tuntutlah akhirat. Karena engkau tidak akan memperolehnya kecuali dengan mencarinya.
Ustman bin Affan
Beliau adalah Usman bin Affan bin Abi Ash ibnu Umayyah. Dilahirkan ketika rasul berumur 5 tahun.  Masuk islam atas seruan Abu Bakar as Siddiq.
Beliau adalah saudagar kaya sebelum dan sesudah islam datang dn selalu menafkahkan hartanya untuk kepentingan islam.
Beliau berhasil mengadakan perluasan daerah di Khurasan, Armenia, Gazar, Afrika Utara, Ciprus, dan Amuriah. Ia juga menumpas pemberontakan di beberapa daerah seperti Azzarbeijan, Iskandariah, dan Persia.
Kelemahan Ustman bin Affan:
1. menghidupkan kembali rasa kesukuan (kekabilahan) yang bersumber pada sukunya sendiri (Bani Umayah)
2. banyak melakukan pemborosn uang negara.
Ia wafat pada tahun 35 H pada pertengahan tasyriq tanggal 12 Dzul Hijjah, dalam usia 80 tahun lebih, dibunuh oleh kaum pemberontak (Khawarij).
Ali bin Abi Thalib
Setelah Ustman wafat, khalifak keempat adalah Ali,  namun orang-orang Bani Umayyah yang telah merasakan kenikmatan kekuasaan dan kekayaan  pada masa Ustman merasa khawatir. Oleh karena itu, mereka tidak menghendaki Ali menjadi khalifah.
Ali juga mendapat warisan yang sangat tidak mengentungkan dari khalifah sebelumnya, yaitu:
1. sebagian penuasa sudah mementingkan kekuasaan, pangkat, dan kekayaan untuk diri mereka sendiri, kepentingan umat Islam sudah mulai dikesampingkan.
2. dalam memilih pemimpin, tidak lagi melihat kepentingan umat Islam, melainkan kepentingan golongan.
Ali kemudian melakukan tindakan  yang mengutamakan kepentingan umat islam, yaitu:
1. mengganti para wali yang diangkat Usman bin Affan.
2. mencabut kembali tanah-tanah yang dibagikan Usman kepada keluarganya tanpa jalan yang sah, termasuk hibah dan pemberian lain yang tidak sah.
Pada zaman Ali juga terjadi begitu banyak peperangan , yaitu:
1. perang berunta
Khalifah Ali bin Abi Talib telah memecat Mu’awiyah dari jabatannya. Akan tetapi di tidak mempedulikan pemecatannya itu, melainkan ia tetap memegang jabatannya sebagai wali Syam. Maka Ali bin Abi Talib menyiapkan pasukan untuk memeranginya. Akan tetapi ketika ia akan berangkat ke Syam datanglah berita bahwa orang Makkah telah keluar dari kelompok Ali, mereka dikepalai oleh Thalhah, Zubair dan ‘Aisyah. Mereka telah menduduki kota Bashrah dengan tentara besar yang dipimpin oleh ‘Aisyah pada tahun 36 H. (567 M.)
Mendengar berita yang demikian itu, Ali mengurungkan maksudnya untuk menyerang Syam, dan dengan segera ia beserta laskarnya berangkat ke kota Kufah, kemudian terus ke Bashrah dengan membawa tentara 200.000 orang. Di Bashrah ia bertemu dengan tentara ‘Aisyah, lalu terjadilah pertempuran yang terkenal dengan Waqi’atul Jamal (Perang Unta). Dinamakan demikian, karena ‘Aisyah yang memimpin pasukan menunggang unta.
Dalam peperangan ini Ali memperoleh kemenangan. Thalhah dan Zubair terbunuh dan ‘Aisyah ditawan. Akan tetapi ia tidak diperlakukan oleh Ali sebagai tawanan, melainkan dihormati dan dimuliakan, lalu dipulangkan ke Makkah, serta dinasehatinya agar dia tidak lagi mencampuri politik negara.
2. perang siffin
Khalifah Ali mendengar kabar bahwa Mu’awiyah telah bersiap lengkap akan memeranginya. Oleh kerana itulah Ali bersegera mengerahkan pasukannya untuk menghadapi serangan musuhnya itu di Siffein. Di Siffein di tempat sebelah barat sungai Euphrat, laskar Ali bertemu dengan laskar Mu’awiyah, lalu terjadilah pertempuran dahsyat antara kedua laskar tersebut, pertempuran ini terjadi selama 40 hari. Dalam pertempuran itu pihak Ali hampir memperoleh kemenangan, sedangkan Mu’awiyah sudah berfikir hendak melarikan diri. Akan tetapi karena tipu daya Amru bin al-‘Ash yang berperang dipihak Mu’awiyah, maksud pelariannya itu diurungkanlah oleh Mu’awiyah. Kemudian ‘Amru bin al-‘Ash menyuruh laskarnya menusuk Mushaf (Qur’an) dengan ujung lembingnya, lalu dinaikkan sebagai tanda hendak berdamai dengan tunduk kepada al-Qur’an.
Setelah perang tersebut, diadakan pertemuan perdamaian dari kedua belah pihak di Daumatul Jandal.
Setelah datang waktu tahkim sesuai dengan perjanjian, para wali dari kedua belah pihak berkumpul di Dumatul Jandal. Utusan Ali berjumlah 100 orang dikepalai oleh Abu Musa al-Asy’ari dan utusan Mu’awiyah banyaknya juga 100 orang dikepalai oleh ‘Amru bin al-’Ash, sedang Mu’awiyah sendiri termasuk dalam jumlah 100 itu.
Dengan tipu-daya yang licin ‘Amru bin al-’Ash dapat mengalahkan Abu Musa yang lurus hati itu dalam persidangan majlis tahkim.
‘Amru bin al-’Ash menerangkan kepada Abu Musa bahwa untuk menjadi dasar perundingan, maka Ali dan Mu’awiyah diturunkan dari pangkat Khalifah. Sesudah itu soal Khalifah diserahkan kepada ummat Islam dan kepada mereka diberikan kemerdekaan seluas-luasnya tentang siapa yang akan mereka pilih menjadi Khalifah.
Keterangan ‘Amru bin al-’Ash ini diterima oleh Abu Musa dengan sejujur hatinya untuk menjadi dasar perundingan. Di  hari persidangan di Daumatul Jandal itu (suatu tempat antara Irak dan Syam) diharapan beribu-ribu ummat Islam, maka tertipulah Abu Musa oleh kelicikan politik ‘Amru bin al-’Ash.
Karena menghormati ketinggian umur dan derajatnya, ‘Amru bin al-’Ash meminta kepada Abu Musa untuk terlebih dahulu berdiri diatas mimbar, menerangkan dasar perundingan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dengan ikhlas dan jujur hati Abu Musa naik ke atas mimbar, lalu berpidato menerangkan bahwa untuk kemaslahatan ummat Islam di dan ‘Amru bin al-’Ash telah sepakat untuk memberhentikan Ali dan Mu’awiyah dari jabatan Khalifah. Tentang pengangkatan Khalifah yang baru diserahkan sepenuhnya kepada permusyawaratan ummat Islam. Saya sebagai wakil dari pihak Ali dengan ikhlas dan jujur hati menurunkan Ali dari kursi Khalifahnya”.
Kemudian naik pula ‘Amru bin al-’Ash lalu berkata menerangkan, bahwa ia menerima dan menguatkan keberhentian Ali itu, dan menetapkan Mu’awiyah dalam pangkatnya sebagai Amirul Mu’minin.
Ali Terbunuh
Hasil perdamaian di Daumatul Jandal sangat mengecewakan hati ummat Islam yang berpihak kepada Ali. Oleh kerena itu Khalifah Ali bermaksud hendak menyerang negeri Syam tempat kedudukan Mu’awiyah. Akan tetapi sebagian besar penduduk Irak tidak mengacuhkan dia lagi, sehingga amat sukar baginya mengumpulkan balatentara dan akhirnya maksudnya itu terpaksa dibatalkan. Dalam pada itu tiga orang dari kelompok Khawarij telah mengadakan permufakatan jahat untuk membunuh Ali, Mu’awiyah dan ‘Amru bin al-’Ash. Menurut mereka orang yang bertiga inilah yang menjadi pangkal fitnah yang menimbulkan peperangan sesama ummat Islam.
Tiga orang Khawarij itu ialah: Ibnu Muljam yang akan membunuh Ali, Albarak yang akan membunuh Mu’awiyah dan Umar bin Bakir yang akan membunuh ‘Amru bin al-’Ash.
Ibnu Muljam berhasil usahanya, tetapi maksud kedua temannya itu tidak berhasil, karena Mu’awiyah dan ‘Amru bin al-’Ash sangat berhati-hati menjaga dirinya.
Maka pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. (661 M), Ali bin Abi Talib wafat ditikam oleh Ibnu Muljam dengan pedang beracun, dalam masjid Kufah dikala yang mulia itu hendak sembahyang Subuh. Ali wafat sesudah memerintah empat tahun sembilan bulan lamanya, masa yang tidak sunyi dari peprangan. Sepeninggal Ali bin Abi Talib, maka ummat Islam membai’at puteranya Hasan bin Ali sebagai Khalifah.